BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Pendidikan
merupakan salah satu investasi sumber daya manusia yang diharapkan dapat
mengubah kehidupan bangsa menjadi yang lebih baik. Sebagai social investment yang berhajat meningkatkan sumber daya manusia, tentunya
pendidikan yang berlangsung di Indonesia tidak semata diharapkan berhasil dalam
memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai kepada generasi berikutnya, tetapi juga
dapat memperbaiki nasib dan kualitas peradaban masyarakat.
Pendidikan
memang merupakan proses dari upaya manusia untuk mengembangkan segenap
potensinya agar menjadi pribadi yang seimbang (jasmani dan ruhani). Tanpa
pendidikan jangan harap manusia sekarang berbeda kualitasnya dengan manusia
zaman dahulu yang sangat tertinggal, baik kualitas kehidupan maupun capaian
dari proses-proses perancangan masa depannya. Dengan kata lain maju mundurnya
sebuah peradaban bangsa akan di tentukan bagaimana pendidikan yang dijalani
oleh masyarakatnya.
Selain
itu islam sangatlah menganjurkan akan
pendidikan tersebut. Terbukti, Alloh telah menurunkan perintah kepada Nabi
Muhammad SAW yang pertama kali yakni perintah untuk membaca yang terdapat dalam
Al Qur’an surat Al Alaq ayat 1-5 yang merupakan wahyu Alloh yang pertama
diturunkan. Oleh sebab itu pendidikan sangatlah mulia di mata Alloh SWT. Selain
itu para tokoh islam seperti Al Ghazali dan Ibnu khaldun juga memaparkan akan
pentingnya sebuah pendidikan bagi manusia.
1.2
Rumusan masalah
1. Apakah pendidikan itu?
2. Bagaimanakah pendidikan menurut Ibnu
Khaldun?
3. Bagaimanakah pendidikan menurut Imam
Ghazali?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
pendidikan
Pendidikan menurut
bahasa Yunani adalah Paedagogik yang berarti menuntun atau mengajak, berarti
menuntun dan mengajak suatu individu untuk menuju hal yang lebih baik. Pendidikan merupakan proses
pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara,
perbuatan mendidik. Adapun definisi pendidikan menurut
beberapa ahli adalah sebagai berikut:[1]
1.
Menurut
John Dewey;
Pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna
pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau
pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja
dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Proses ini melibatkan
pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana
dia hidup.
2. Menurut M.J. Langeveld;
Pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi
adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak
merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu
berlangsung.
2.2 Pendidikan menurut Ibnu Khaldun
2.2.1 sejarah singkat Ibnu
Khaldun
Ibnu khaldun
berasal dari Yaman Hadramaut dengan nama Khalid bin Al Khattab dan tinggal di
Carmona yakni sebuah kota kecil yang terletak diantara Kordova, Sivilla dan
Granada Khalid kemudian terkenal dengan nama Khaldun bin Usman bin Hani bin Al
Khattab bin Kuraib Maadi Karib bin Al Haris bin Hajr.
Ia berasal dari
keluarga yang terpelajar dari pemimpin politik di Sivilla dan pada waktu itu
keilmuan dijadikan persyaratan untuk menjadi pemimpin. Pada waktu itu yang
menjadi pemimpin politik di Sivilla berada di tangan keluarga Khaldun dan keluarga
bangsawan lainnya serta pengaruh dan kekuasaanya berada ditangan Khaldun sedangkan
kekuasaan penguasa hanya nama saja.[2]
Ibnu Khaldun
lahir pada bulan Romadhon 732 H (27 Mei 1332) di kota Tunis. Ia mendapatkan
gelar Walliudin Al Tunisi Al Hadrawi. Gelar Walliudin merupakan gelar yang
diberikan ketika ia memangku jabatan hakim di Mesir pada masa pemerintahan
Sultan Dzahir Burquq, yakni salah seorang Sultan Mamluk di Mesir.disamping
gelar tersebut, masih banyak gelar-gelar yang diberikan yang menyatakan tugas
dan kedudukan ilmiah dan status sosial, antara lain Al Wazir, Al Rais, Al
Hajib, As Shadrul Kabir, Al Faqihul Jalil, Allamatul Ummah, dan Jamalul Islam
Wal Muslimin.
Dari sekian
banyak gelar yang di perolehnya itu tentu berdasarkan sikap pribadi dan
bimbingan orang tua dan guru-gurunya serta pengalaman-pengalaman yang
diperolehnya melalui pengembaraan dan bergaul dengan bermacam-macam suku bangsa
dan situasi pemerintahan yang selalu silih berganti yang dihadapinya.
2.2.2 Konsep pendidikan
menurut Ibnu Khaldun
Pendidikan
adalah mentransformasiakan nilai-nilai dari pengalaman untuk mempertahankan
eksistensi manusia dalam masyarakat yang berkebudayaan serta zaman yang terus
berkembang, maka pendidikan sebagai suatu proses untuk mewujudkan suatu masyarakat
yang berkebudayaan serta masyarakat yang seutuhnya. Dari sini dapat diketahui
bahwa pendidikan adalah suatu proses untuk menghasilkan suatu output yang
mengarah kepada pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan
berdisiplin tinggi.
Rumusan
pendidikan yang di kemukakan oleh Ibnu Khaldun adalah merupakan hasil dari
berbagai pengalaman yang dilaluinya sebagai seorang ahli filsafat sejarah dan
sosiologi yang menghubungkan konsep dan realita. Sebagai seorang ahli filsafat
sejarah tentu ia menggunakan pendekatan filsafat sejarah, karena pendekatan
tersebut akan mempengaruhi terhadap system berfikir dan pemikirannya dalam
pembahasan setiap permasalahan.
Pendekatan
filsafat sejarah yaitu suatu pendekatan sejarah yang mencoba menggali konsepsi
para filusuf sepanjang sejarah terhadap berbagai problematika sejarah. Dari hasil kajian
tersebut akan timbul fenomena baru atau konsepsi baru dari berbagai sudut
tinjauan atau aliran pemikiran.
2.2.3 Tujuan pendidikan
menurut Ibnu Khaldun
Menurut Ibnu khaldun
pendidikan memiliki beberapa tujuan yakni:
1. memberikan kesempatan kepada pikiran
untuk aktif dan bekerja. Dengan ini maka individu akan selalu berfikir dengan
matang sebelum melakukan suatu hal, yang kemudian akan memberikan manfaat bagi
dirinya ataupun masyarakat.[3]
2. Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan.
Dengan ilmu pengetahuan akan membantu individu untuk melakukan hal yang lebih
baik dalan masyarakat yang maju dan berkebudayaan.
3. Memperoleh lapangan pekerjaan, yang
digunakan untuk memperoleh rizki.
Ada beberapa
faktor yang dijadikan alasan untuk merumuskan tujuan pendidikan, yaitu:
1. Pengaruh filsafat sosiologi, yang tidak
bisa terpisah antar masyarakat, ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat.
2. Perencanaan ilmu pengetahuan sangat
menentukan bagi perkembangan masyarakat berbudaya.
3. Pendidikan sebagai aktivitas akal
insani, merupakan salah satu industri yang berkembang didalam masyarakat.
Karena sangat penting dalam setiap perkembangan individu.
2.2.4
Cara memperoleh ilmu pengtahuan
Menurut Ibnu Khaldun
ilmu pengetahuan adalah hasil dari kemampuan manusia untuk membuat analisa dan
sintesa sebagai hasil pemikiran.[4]
Adapun cara memperoleh ilmu pengetahuan antara lain:
1. Memahami segala sesuatu yang ada di luar
alam semesta.dengan maksud supaya individu dapat melaksanakan seleksi dengan
kemampuannya sendiri.
2. Berfikir yang memperlengkapi dengan
ide-ide dan perilaku yang dibutuhkan dalam pergaulan dengan masyarakat.
3. Melengkapi pikiran dengan ilmu
pengetahuan mengenai suatu hal yang berbeda.
2.2.5 Metode Pendidikan menurut Ibnu Khaldun
Pandangan Ibnu Khaldun tentang metode pengajaran merupakan bagian dari pembahasan pada buku Muqaddimahnya. Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah pendidikan Islam dapat kita simak bahwa dalam berbagai kondisi dan situasi yang berbeda, telah diterapkan metode pengajaran. Dan metode yang dipergunakan bukan hanya metode mengajar bagi seorang pendidik, melainkan juga metode belajar yang harus digunakan oleh peserta didik. Hal ini sebagaimana telah dibahas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya.
Pandangan Ibnu Khaldun tentang metode pengajaran merupakan bagian dari pembahasan pada buku Muqaddimahnya. Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah pendidikan Islam dapat kita simak bahwa dalam berbagai kondisi dan situasi yang berbeda, telah diterapkan metode pengajaran. Dan metode yang dipergunakan bukan hanya metode mengajar bagi seorang pendidik, melainkan juga metode belajar yang harus digunakan oleh peserta didik. Hal ini sebagaimana telah dibahas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya.
Didalam
memberikan pengetahuan kepada peserta didik, pendidik hendaknya memberikan
problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan
akal anak didik. Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari
pengetahuan tadi baru pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci.
Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik
secara lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan
bagaimapaun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna.
Ibnu Khaldun
juga menyebutkan keutamaan metode diskusi, karena dengan metode ini peserta
didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih
untuk berbicara, disamping mereka mempunyai kebebasan berfikir dan percaya
diri. Atau dengan kata lain metode ini dapat membuat anak didik berfikir
reflektif dan inovatif.
Lain halnya
dengan metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat anak didik kurang
mendapatkan pemahaman yang benar. Disamping metode yang sudah disebut di atas
Ibnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan, karena dengan metode ini proses
pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat ditangkap
anak didik. Satu hal yang menunjukkan kematangan berfikir Ibnu Khaldun, adalah
prinsipnya bahwa belajar bukan penghafalan di luar kepala, melainkan pemahaman,
pembahasan dan kemampuan berdiskusi.
2.2.6 Pendidik dan
peserta didik
Pendidik dalam
pandangan Ibnu Khaldun haruslah orang yang berpengetahuan luas, dan mempunyai
kepribadian yang baik. Karena pendidik selain sebagai pengajar di dalam kelas,
pendidik juga harus bisa menjadi contoh atau suri tauladan bagi peserta didiknya.[5]
Ibnu Khaldun menganjurkan agar
para guru bersikap dan berperilaku penuh kasih sayang kepada peserta didiknya,
mengajar mereka dengan sikap lembut dan saling pengertian, tidak menerapkan
perilaku keras dan kasar, sebab sikap demikian dapat membahayakan peserta
didik, bahkan dapat merusak mental mereka, peserta didik bisa menjadi berlaku
bohong, malas dan bicara kotor, serta berpura-pura, karena didorong rasa takut
dimarahi guru atau takut dipukuli.
Dalam hal ini,
keteladanan guru yang merupakan keniscayaan dalam pendidikan, sebab para peserta didik menurut Ibnu Khaldun
lebih mudah dipengaruhi dengan cara peniruan dan peneladanan serta nilai-nilai
luhur yang mereka saksikan, dari pada yang dapat dipengaruhi oleh nasehat,
pengajaran atau perintah-perintah.
Sedangkan konsepnya
mengenai peserta didik, Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan
memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di
sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun
rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun
perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat,
kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.[6]
2.2.7
Implementasi Ibnu Khaldun tentang pendidikan
Banyak
jalan yang digunakan dalam menempuh atau mencari ilmu, diantaranya seperti apa
yang dikemukakan oleh para tokoh. Pendidikan merupakan salah satu sarana yang
digunakan dalam memperoleh kebahagiaan, dalam mencapai kesuksesan.
Pendidikan
yakni memahami segala sesuatu yang ada diluar alam semesta, ini berarti proses
dari suatu pendidikan bisa dilaksanakan dimana saja dan tidak terbatas
waktunya.Pendidikan melengkapi perilaku yang dibutuhkan dalam pergaulan dengan
masyarakat, ini berarti dengan berkumpul dan bergaul dengan masyarakat,
pendidikan akan tercapai.
Dari
uraian tentang pendidikan menurut Ibnu Khaldun, saat ini juga telah diterapkan
metode-metode pendidikan yang sejalan dengan metode yang di umgkapkan oleh Ibnu
Khaldun, seperti metode diskusi, sehingga peserta didik mampu melatih dirinya
untuk berbicara, percaya diri dan lain-lain. Dan metode-metode tersebut telah
diterapkan di berbagai lembaga pendidikan seperti sekolah, universitas dan
lain-lain.
2.3
Pendidikan menurut Al Ghazali
2.3.1 sejarah singkat
Imam Ghazali
Nama lengkap Al
Ghazali Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali. Ia lahir pada
tahun 450 H (1058 M) di Ghazaleh
yakni sebuah kota kecil di Tus, wilayah Khurasan.[7]
Al Ghazali hidup
dari keluarga yang taat beragama dan bersahaja, dari keluarga itulah ia mulai
belajar Al Qur’an. Ayahnya adalah seorang muslim yang salih, sekalipun ia bukan
termasuk orang yang tidak kaya, namun ia tekun mengikuti majelis ulama dan suka
terhadap ilmu.oleh karena itu ia selalu berdo’a agar anaknya menjadi seorang
ulama yang pandai dan suka memberi nasihat.
Menjelang akhir
hayatnya, ayah Al Ghazali menitipkannya kepada sahabat karibnya, dengan pesan
agar Al Ghazali di didik dengan baik sampai harta peninggalanya habis. Setelah
harta titipan ayahnya habis Al ghazali disarankan agar tetap belajar dengan
mengabdi di sebuah sekolahan.
Menurut satu
riwayat ,bahwa teman ayah Al Ghazali itu benama Ahmad bin Muhammad Al Raziqani,
yakni seorang sufi besar. Dari sufi tersebut Al Ghazali mempelajari fiqh, riwayat para wali dan kehidupan
spiritual mereka. Selain itu Al Ghazali juga belajar menghafal syair-syair mahabbah (cinta) kepada
Alloh SWT, Al Qur’an, sunah.[8]
Dari uraian
singkat tentang riwayat Al Ghazali dapat dipahami bahwa Al Ghazali sejak kecil
telah dibekali dengan keimanan yang tinggi, berpola hidup sederhana dan selalu
tabah dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam hidupnya. Disamping itu berkat
kecerdasan dan ketekunannyaia bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya
dengan bimbingan para ulama’ yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas,
sehingga ia bisa menguasai banyak cabang ilmu pengetahuan.
2.3.2 Pemikiran Ghazali
tentang pendidikan
Al Ghazali
adalah tokoh yang sangat memperhatikan dibidang pendidikan. Menurut Al Ghazali,
pendidikan adalah suatu hal yang banyak membentuk corak kehidupan suatu bangsa.
Pokok –pokok pemikiran Al Ghazali terdapat dalam bukunya yakni Ihya’ Ulumuddin dan Ayyuhal Walad. Kunci pokok pemikiran Al Ghazali dapat ditemukan
pada pernyataan tentang hakikat pendidikan, yakni mengedepankan kesucian jiwa
dari akhlak yang hina dan sifat-sifat tercela, karena ilmu merupakan ibadahnya
hati. Konsep pendidikan yang di kembangkan Al Ghazali mencakup lima aspek yaitu
aspek pendidikan jasmaniah, aspek pendidikan akhlak, aspek pendidikan akal, dan
aspek pendidikan sosial, yang kelimanya harus ditanamkan sejak anak usia dini,
sehingga dapat diwujudkan secara utuh dan terpadu agar menjadikan manusia yang
seutuhnya.[9]
Secara singkat
pokok–pokok pemikiran Al Ghazali dapat di klasifikasikan kedalam tiga hal.,
yakni:
1.
Keutamaan ilmu
Tujuan pendidikan menurut Al Ghazali adalah agar
manusia berilmu, dan ilmu tersebut bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari
dengan ikhlas, dan semata-mata karena ingin mendapatkan ridho dari Alloh SWT,
bukan karena ingin mendapatkan sanjungan atau hal-hal yang bersifat duniawi.
Al Ghazali mengatakan, “semua manusia itu celaka kecuali orang yang berilmu. Semua orang yang
berilmu itu celaka kecuali orang mengamalkan ilmunya. Dan semua orang yang
beramal itu celaka kecuali orang yang ikhlas dalam mengamalkan ilmunya”.
2.
Penggolongan ilmu pengetahuan
Mengenai klasifikasinya Al Ghazali membagi ilmu
pengetahuan sebagai berikut:
a. Berdasarkan jenisnya: ilmu pokok yang
mencakup Al Qur’an dan Hadist; ilmu furu’ yang mencakup ilmu bahasa dan ilmu
pelengkap, seperti al qiraat dan tafsir.
b. Berdasarkan nilainya: semua ilmu-ilmu
yang terpuji, yaitu ilmu-ilmu agama, karena ilmu-ilmu ini mensucikan jiwa dan
mendekatkan diri kepada Alloh SWT; ilmu-ilmu tercela, yaitu ilmu-ilmu yang
tidak bias diharapkan manfaatnya di dunia maupun di akhirat, seperti ilmu
sihir, astrologi dan lain sebagainya.
c. Berdasarkan kepentingannya: fardhu ‘ain
yaitu ilmu-ilmu agama karena sebagai dasar-dasar mengetahui Alloh; fardhu
kifayah seperti matematika, kedokteran, ketrampilan, dan lain-lain.
3.
Kewajiban-kewajiban pokok dari seorang guru dan anak
didik
Guru adalah orang yang ditugaskan disuatu lembaga
untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada para peserta didik. Seorang guru
merupakan orang yang menempatkan cita-cita teragung dan termulia di depan
muridnya.[10]
Menurut Al Ghazali ada beberapa hal yang menjadi
syarat bagi seorang pendidik atau guru diantaranya:[11]
a. Seorang guru harus mencintai muridnya
seperti mencintai anak kandungnya sendiri.
b. Seorang guru tidak boleh mengharapkan
materi, sebagaimana tujuannya yakni mengajar , karena mengajar adalah tugas
yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW. Sedangkan upahnya adalah terletak pada
terbentuknya anak didik yang mengamalkan ilmu yang diajarkan oleh seorang guru.
c. Guru harus mengingatkan muridnya agar
tujuannya dalam menuntut ilmu bukan untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan
pribadi, melainkan untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT.
d. Guru harus mendorong muridnya agar
mencari ilmu yang bermanfaat bagi kehidupannya di dunia maupun di akhirat.
e. Guru harus memberikan contoh yang baik
kepada muridnya.
f. Guru harus mengajarkan pelajaran yang
sesuai dengan dengan tingkat intelektual dan daya tangkap anak didiknya.
g. Guru harus mengamalkan yang
diajarkannya.
h. Guru harus memahami anak didiknya, baik
minat, bakat dan jiwa anak didiknya, sehingga sehingga tidak akan terjadi
kesalahan dalam mendidik.
Dalam menuntut ilmu seorang peserta didik juga
memiliki kewajiban, yakni:
a. Mendahulukan kesucian jiwa;
b. Bersedia merantau untuk mencari ilmu
pengetahuan;
c. Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan.[12]
Sebagaimana halnya
seorang guru, seorang peserta didik juga memiliki tanggung jawab dan tugasnya,
agar bisa mencapai tujuan yang di capainya.
Adapun
tugas dan tanggung jawabnya antara lain:
a. Seorang peserta didik harus menjauhkan
diri dari sifat keji, munkar, dan maksiat;
b. Seorang peserta didik harus selalu
berusaha mendekatkan diri kepada Alloh SWT;
c. Seorang peserta didik harus konsentrasi
dan memusatkan perhatiannya kepada ilmu yang dipelajarinya;
d. Seorang peserta didik tidak boleh
menyombongkan dirinya, dan tidak boleh menentang gurunya.
Selain itu ada beberapa hal yang
harus diperhatikan oleh peserta didik, yakni:
a. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka
mendekat kan diri kepada Alloh SWT;
b. Mengurangi sifat duniawi
c. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji baik
duniawi maupun ukhrawi
Dari uraian diatas menjelaskan
bahwa tujuan pendidikan menurut Al Ghazali adalah mendekatkan diri kepada Alloh
SWT. Dengan dilandasi pandangan terhadap manusia bahwa pekerjaan yang paling
mulia ialah mendidik atau menjadi seorang guru.[13]
2.3.2
Implementasi Al Ghazali tentang pendidikan
Ciri khas
pendidikan islam secara umum yaitu sifat moral religius yang nampak dalam
tujuan-tujuan yang ingin di capai, tanpa mengabaikan masalah-masalah duniawi.
Karena Imam Ghazali tidak melupakan masalah-masalah duniawi, maka beliau
menyediakan wadahnya dalam pendidikan islam.
Pendidikan
merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Alloh, ini berarti pendidikan
sangatlah mulia. Pendidikan juga merupakan hal yang bisa menambah kebahagiaan
di dunia maupun di akhirat kelak, apabila pendidikan tersebut bisa dilakukan
secara seimbang.
Pendidikan bertujuan untuk memperoleh
ilmu-ilmu yang terpuji namun hal itu tidaklah mudah, ada banyak hal yang harus
dilakukan sehingga ilmu-ilmu yang diinginkan bias berguna buat dirinya maupun
orang lain.
Dari
uraian-uraian mengenai pendidikan menurut Al Ghazali baik dari segi tujuan
maupun cara memperolehnya, seseorang bisa mendapatkannya didalam suatu
lingkungan yang religius semisal didalam suatu pesantren ataupun madrasah. Dan
saat ini sistem pendidikan tersebut telah diterapkan dalam masyarakat, semisal
saat ini banyak orang tua yang menitipkan anaknya di pesantren , sehingga si
anak selain belajar disekolah juga bisa belajar agama di pesantren.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Sebagaimana yang
telah diungkapkan oleh Ibnu Khaldun dan Al Ghazali pada dasarnya pendidikan itu
sama yaitu proses dimana memanusiakan manusia. manusia dididik untuk menjadi
insan kamil yang selalu berfikir sebelum melakukan sesuatu, selain itu
pendidikan adalah salah satu pembeda antara manusia dan hewan.
Pendidikan sangat
penting bagi manusia, sehingga ia bisa tahu akan hakikatnya, selain itu
pendidikan adalah salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT.
Pendidikan sangatlah mulia di mata Alloh SWT, seperti yang telah di ungkapkan
dalam firman Alloh SWT yakni dalam surat AL Alaq ayat 1-5, yang merupakan
perintah yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yakni perintah
membaca, yang merupakan proses dari kegiatan pendidikan.
Saran
Maka dari itu kita
sebagai manusia, kita harus tahu siapakah diri kita, untuk apakah kita hidup
didunia. Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, pendidikan
marupakan salah satu cara yang harus ditempuh oleh kita sebagai manusia,
sehingga kita bisa menjadi lebih sempurna dimata manusia, walaupun kita tik
sempurna dimata Alloh SWT
0 komentar:
Posting Komentar